Gunung Semeru yang berada di perbatasan Kabupaten Lumajang dan Malang, Jawa Timur kembali erupsi dengan tinggi letusan mencapai 600 meter di atas puncak pada Minggu pagi (6/7/2025).
“Terjadi erupsi Gunung Semeru pada pukul 05.42 WIB dengan tinggi kolom letusan teramati sekitar 600 meter di atas puncak atau 4.276 meter di atas permukaan laut (mdpl),” ujar Petugas Pos Pengamatan Gunung Semeru Liswanto dalam laporan tertulis, dikutip dari Antara, Minggu (6/7/2025).
Menurutnya, kolom abu teramati berwarna putih hingga kelabu dengan intensitas sedang ke arah barat daya. Saat laporan itu dibuat, erupsi masih berlangsung.
“Gunung yang memiliki ketinggian 3.676 mdpl itu sebelumnya erupsi pada pukul 01.11 WIB dan visual letusan tidak teramati, namun saat laporan dibuat, erupsi masih berlangsung,” terang Liswanto.
Dia menjelaskan, aktivitas kegempaan Gunung Semeru pada Sabtu 5 Juli 2025 tercatat sebanyak 35 kali gempa letusan atau erupsi dengan amplitudo 11-23 mm, kemudian 6 kali gempa embusan dengan amplitudo 6-8 mm dan lama gempa 38-52 detik.
“Gunung tertinggi di Pulau Jawa itu tercatat mengalami 2 kali harmonik dengan amplitudo 4-6 mm dan 7 kali gempa tektonik jauh dengan amplitudo 11-30 mm,” ucap dia.
Liswanto menjelaskan, Gunung Semeru masih berstatus Waspada, sehingga Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) memberikan sejumlah rekomendasi, yakni masyarakat dilarang melakukan aktivitas apapun di sektor tenggara di sepanjang Besuk Kobokan sejauh 8 kilometer dari puncak (pusat erupsi).
Diimbau Tak Beraktivitas dalam Radius 3 Kilometer
Liswanto mengatakan, di luar jarak tersebut, katanya, masyarakat tidak boleh melakukan aktivitas pada jarak 500 meter dari tepi sungai (sempadan sungai) di sepanjang Besuk Kobokan, karena berpotensi terlanda perluasan awan panas dan aliran lahar hingga jarak 13 kilometer dari puncak.
“Masyarakat juga diimbau tidak beraktivitas dalam radius tiga kilometer dari kawah/puncak Gunung Semeru karena rawan terhadap bahaya lontaran batu pijar,” kata dia.
Lebih lanjut Liswanto mengingatkan masyarakat perlu mewaspadai potensi awan panas, guguran lava, dan lahar hujan di sepanjang aliran sungai/lembah yang aliran airnya berhulu di puncak Gunung Semeru.
“Terutama sepanjang Besuk Kobokan, Besuk Bang, Besuk Kembar, dan Besuk Sat, serta potensi lahar di sungai-sungai kecil yang merupakan anak sungai dari Besuk Kobokan,” jelas dia.
Dentuman dan Gemuruh Letusan Gunung Ili Lewotolok, Naik Status ke Level Siaga

Sebelumnya, Badan Geologi menetapkan kenaikan tingkat aktivitas Gunung Ili Lewotolok, Nusa Tenggara Timur (NTT), per tanggal 2 Juli 2025. Saat ini, status gunung api tersebut berada pada Level III (Siaga).
“Berdasarkan data pemantauan visual dan instrumental, tingkat aktivitas Gunung Ili Lewotolok dinaikkan dari Level II (Waspada) menjadi Level III (SIAGA) terhitung pada tanggal 2 Juli 2025 pukul 20.00 WITA,” disampaikan Kepala Badan Geologi, Muhammad Wafid.
Dia mengatakan, peningkatan aktivitas erupsi semakin intens sejak 27 Juni 2025. Peningkatan aktivitas erupsi ini ditandai dengan semakin tingginya kolom erupsi yang mencapai 1.200 meter dari puncak dan lontaran material pijar yang ke segala arah dengan jarak lontaran terjauh mencapai sekitar 1.500 meter.
“Lontaran material pijar ini mengakibatkan kebakaran vegetasi di sekitar lereng utara dan timur laut. Erupsi juga disertai suara gemuruh dan dentuman lemah–kuat,” katanya.
“Letusan disertai gemuruh 24 kali dengan tinggi 200-300 meter,” sambungnya.
Seiring peningkatan status, Badan Geologi pun segera menyampaikan rekomendasi bagi masyarakat. Pengunjung atau pendaki diminta tidak memasuki dan tidak melakukan aktivitas di dalam wilayah radius 3 km dari pusat aktivitas Gunung Ili Lewotolok.
Selain itu, mewaspadai potensi ancaman bahaya guguran atau longsoran lava dan awan panas. Masyarakat juga diimbau untuk tidak panik jika mendengar suara gemuruh atau dentuman dari kawah.
“Karena suara tersebut merupakan ciri aktivitas gunung api yang sedang dalam fase erupsi. Suara dentuman yang keras dapat mengakibatkan getaran yang kuat pada beberapa bagian bangunan terutama jendela kaca dan pintu,” jelas Wafid.
Pemerintah daerah juga terus berkoordinasi dengan Pos Pengamatan di Deşa Laranwutun, Kecamatan Ile Ape atau Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi atau Badan Geologi di Bandung.