Kasus Korupsi PT Sritex, Kejagung Sita 72 Mobil Mewah

Kasus Korupsi PT Sritex, Kejagung Sita 72 Mobil Mewah

Kasus Korupsi PT Sritex, Kejagung Sita 72 Mobil Mewah

Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita 72 unit kendaraan roda empat milik PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) dan anak usahanya. Penyitaan ini bagian dari penyidikan dugaan korupsi pada pemberian kredit dari beberapa bank ke PT Sritex Tbk.

Penyitaan dilakukan di Gedung Sritex 2, Sukoharjo, Jawa Tengah pada Senin, 7 Juli 2025. Berdasarkan data Kejaksaan Agung, mobil-mobil yang disita terdiri dari berbagai jenis antara lain Lexus, Toyota Alphard, Mercedes-Benz Maybach, dan Subaru Forester.

“Kegiatan penyitaan dilakukan dalam rangka penyidikan dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian kredit PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten, PT Bank DKI dan Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah kepada PT Sri Rejeki Isman, Tbk (PT Sritex) dan entitas anak usaha,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar dalam keterangannya, Rabu (9/7/2025).

Sebanyak 10 unit kendaraan kini diletakkan di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) Kelas I Jakarta Barat dan Tangerang. Sementara 62 kendaraan lainnya masih dititipkan di Gedung Sritex 2 dengan penjagaan oleh TNI dan pegawai Kejaksaan Negeri Sukoharjo.

Harli mengatakan, kendaraan-kendaraan tersebut diduga merupakan hasil kejahatan atau digunakan sebagai sarana dalam tindak pidana korupsi.

“Benda atau surat yang berada dalam penguasaan tersangka atau pihak lain, sepanjang relevan dengan perkara,” ucap dia.

3 Tersangka

Diketahui, Kejaksaan Agung menetapkan tiga tersangka terkait kasus dugaan korupsi pemberian kredit kepada PT Sritex. Mereka adalah Pemimpin Divisi Korporasi dan Komersial PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) Tahun 2020, Dicky Syahbandinata. Kemudian Direktur Utama PT Bank DKI Tahun 2020, Zainuddin Mappa, dan Direktur Utama PT Sritex Tahun 2005–2022 Iwan Kurniawan Lukminto.

Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menyampaikan, penyidik tengah mendalami ke mana pembayaran kredit oleh bos PT Sri Rejeki Isman (Sritex) Iwan Setiawan Lukminto (ISL), yakni untuk perusahaan atau pribadi.

“Nah itu yang sedang terus didalami, ke mana aliran penggunaan uang Rp692 miliar. Sehingga itu dikatakan sebagai kerugian uang negara. Kan kalau kita dengar penjelasan, ini kan sesungguhnya bahwa pemberian kredit ini kan harus digunakan untuk modal kerja,” tutur Harli kepada wartawan, dikutip Sabtu (24/5/2025).

Hasil temuan fakta di lapangan, bahwa tersangka Iwan Setiawan Lukminto menggunakan kredit ini untuk hal lainnya, termasuk urusan pembayaran utang.

“Nah ini sekarang yang sedang didalami oleh penyidik apakah pembayaran utang perusahaan atau uang pribadi. Tetapi sekiranya pun ini dilakukan untuk pembayaran utang perusahaan, nah ini juga tidak dibenarkan. Kenapa? Karena ini tidak sesuai dengan peruntukan. Karena di dalam akad atau kontrak pemberian kredit itu sudah disepakati, sudah diperjanjikan bahwa ini dilakukan untuk modal kerja,” jelas dia.

Pembelian Aset Tak Produktif

Bahkan, ada pula indikasi penggunaan uang untuk pembelian aset-aset tidak produktif bagi keberlangsungan kinerja dari perusahaan.

“Sehingga seperti yang kita tahu sekarang mengalami pailitan. Artinya kalau ada manajemen yang baik dengan pemberian kredit yang sudah sangat signifikan, barangkali bahwa PT Sritex ini akan tetap berada pada perusahaan yang sehat,” kata Harli.

Dia mengulas, pada 2020 PT Sritex Tbk mendapatkan keuntungan hingga Rp1,8 triliun. Namun masuk 2021, malah terjadi minus Rp15 triliun lebih sehingga terjadi deviasi yang cukup signifikan dan menjadi anomali dan pintu masuk penyidik untuk menganalisa.

“Bahwa tentu juga kita mengharapkan ada juga apakah berkaitan antara penggunaan-penggunaan uang yang tidak sebagaimana mestinya, termasuk dari pemberian kredit yang sudah diberikan berbagai bank. Karena tidak dipergunakan sebagaimana mestinya, akhirnya mengakibatkan perusahaan tidak sehat dan melakukan PHK,” Harli menandaskan.